Karupuak Kuah dan Kegemaran Ibu Mendaur Ulang Masakan

Onya Sonia
3 min readAug 28, 2023

--

Kadang-kadang rumah tidak selalu menjadi tujuan akhir dalam perjalanan. Bisa jadi ia berlaku sebagai tempat singgah. Atau mungkin lebih tepat disebut sebagai pulang yang pergi lagi. Kurang lebih begitu, beberapa waktu lalu sempat pulang atau tansit di rumah sebelum akhirnya pergi kerja lagi.

Sangat singkat bahkan tidak sampai 24 Jam, tapi sempat menciumi kasur ibu dalam semalam. Kepulangan yang semula ragu-ragu akan singgah itu sempat diprotes oleh adik bungsu, “Kakak ini sebentar-sebentar aja pulangnya,”

Meski begitu, pulang sesingkat-singkat apa pun harus tetap dimanfaatkan untuk mencari makanan yang dirindukan. Waktu yang pendek ini ingin kumanfaatkan untuk mencari Karupuak Kuah yang dirindukan sejak lama. Selalu saja lupa atau terlewat karena banyak list makanan enak yang didahulukan. Nah karupuak kuah ini terpaksa masuk “waiting list” lagi dan lagi.

Karena selero yang sudah terbit, aku ajak ibu keluar mencari karupuk kuah. Namun, dua kedai kudapan yang kami sambangi ternyata sudah tutup. Lah iya, itu kan jajanan anak-anak pulang mengaji dan akan tutup selepas magrib. Tapi biasanya karupuak kuah banyak dijual di Pantai Padang yang jauh sekali dari rumah kami. Hmm, lebih baik kapan-kapan saja. Aku memang jarang ngotot.

Tapi Ibu berbeda, ia jauh lebih gigih. Bahkan sangat-sangat gigih. Jika tidak ada yang jual, kita bikin saja. Mungkin ia tidak ingin anaknya “ngences”, meski anaknya sudah tidak dalam kandungan, ngidam ini tetap ia turutkan.

“Tidak usah lah Ma, merepotkan Ama saja,” kataku.

Aih sejak kapan aku mulai tidak enakkan begini. Bukankah selalu seenaknya. Hmmm bukan apa-apa, sejak merantau atau bahkan dari dulu, seingatku aku jarang minta dibuatkan atau dimasakin sesuatu. Ada memang rikues makanan tertentu, cuma tidak sering. Lalu, Ibu sudah terlalu dilelahkan urusan rumah dan membantu Ayah di ladang, rasanya tidak tega menambah pekerjaan dia.

“Ah sebentar ini. Di rumah ada kuah gulai,” katanya membelokkan sepeda motor ke warung sayur.

Kuah gulai? hah.
Di warung ibu membeli beberapa bahan, ada kerupuk singkong atau opak, bihun jagung, dan daun seledri. Wah benar ini akan bikin karupuak kuah sendiri.

“Sebenarnya Ama sudah tergerak juga mau bikin karupuak kuah, itu udah Ama beli kerupuknya,” katanya begitu kami sampai di rumah dan ia sudah siap tempur memasak.

Kerupuk yang baru ia beli dan yang sudah tersedia di dapur dengan cekatan ia goreng. Dan yang bikin takjub belum ada setengah jam di dapur, kuah sate yang menjadi kuah untuk kerupuk sudah terjerang. Kapan meraciknya.

“Ini dari kuah gulai sisa semalam. Ama kasih tepung terigu dan tambahan bumbu dan daun bawang,” katanya.

Oalah ini toh yang dimaksud ada kuah gulai tadi. Aku baru ngeh, kuah gulai daging itu yang ia daur ulang menjadi kuah sate. Ibu memang ahlinya mendaur ulang masakan. Ia hampir tidak pernah membuang makanan yang bahkan tidak disentuh oleh orang rumah.

Kadang-kadang kami terlalu pemilih untuk makan sesuatu secara berulang-ulang. Bosan sering jadi alasan, Ayah apalagi ia kadang pantang makan makanan yang sudah dipanaskan. Tapi Ibu yang memasak, mana tega ia membuang makanan. Jadilah setiap lauk yang bersisa hari itu, akan ia panaskan ketika malam dan tetap ia makan. Bahkan pernah ada satu lauk dipanaskan sampai seminggu.

Tapi ibu lebih kreatif memanfaatkan makanan sisa. Misalnya Gulai ikan yang sisa agar tetap dimakan anggota keluarga, akan ia sulap jadi ikan goreng atau balado. Atau dengan lihai mencampurkan dua gulai sekaligus, misal ikan dengan gajeboh, lalu dipanaskan kembali menjadi masakan yang entah berantah. Tapi aneh disebut, rasanya justru enak.

“Kan dicampur-campur itu bikin jadi tambah enak, seperti nasi Padang, akan enak ketika banyak jenis lauk baru bercampur,” katanya sambil tertawa renyah. Serenyah karupuak kuah malam itu.

--

--

Onya Sonia
Onya Sonia

Written by Onya Sonia

0 Followers

Kadang dipanggil Onya, Nyak, namun paling senang dengan panggilan Son. Menulis tentang kuliner dan perjalanan.

No responses yet